MENITI TANGGA-TANGGA KENIKMATAN ILAHIAH

MENURUT Imam Al-Ghazali, pada perkembangan kerohanian tertentu, sebenarnya manusia melalui jinjang kenikmatan. Jinjang kenikmatan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Diawal pertumbuhannya, naluri yang menguasai anak-anak adalah kenikmatan bermain. Tak ada yang lebih menyenangkan daripada bermain. Lalu, pada perkembangan selanjutnya, ia mulai dikuasai oleh kenikmatan berhias, mengenakan pakaian dan atau menaiki kenderaan. Sejak itu, ia mulai melupakan kenikmatan bermain.

Selanjutnya, manusia mulai dikuasai oleh kenikmatan seksual. Dalam dirinya tumbuh nafsu terhadap lawan jenis. Kenikmatan-kenikmatan sebelumnya perlahan-lahan ditinggalkan. Sesudah itu, nampaklah baginya bahawa tak ada yang lebih menyenangkan selain mencapai kedudukan tertinggi, menjadi seorang pemimpin atau penguasa dan menumpuk kekayaan. Inilah akhir daripada semua kenikmatan.

Kenikmatan paling puncak dan paling kuat ini sesuai dengan firman Allah SWT,
“Ketahuilah bahawa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megahan antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak.”
- (QS al-Hadid [57]: 20).

Naluri selanjutnya adalah makrifat, yakni mengetahui dan mengenal Allah SWT dengan segala perbuatan-Nya. Pada tingkat ini, manusia akan menganggap bahawa kenikmatan-kenikmatan sebelumnya tidak punya erti apa-apa. Semakin akhir kemunculannya, maka semakin kuatlah ia.

Jadi, inilah kenikmatan terakhir yang muncul dalam diri manusia. Sebab, -- sebagaimana dijelaskan di atas —kesenangan bermain muncul pada usia anak-anak, kesenangan terhadap hiasan dan lawan jenis muncul pada usia remaja, kesenangan untuk berkuasa muncul pada usia 20 tahun ke atas, kesenangan terhadap ilmu sebagai puncak tertinggi muncul pada usia sekitar 40 tahun.

Anak-anak akan tertawa jika melihat orang yang tak mahu bermain dan malah sibuk dengan perempuan dan kekuasaan. Demikian pula seorang penguasa atau orang yang berkuasa, pasti menganggap lucu terhadap orang yang sibuk mendalami makrifat.

Lalu, orang yang bijak akan berkata,
“Jika kalian mengejek kami, maka sesungguhnya kami pun mengejek kalian sebagaimana kalian mengejek (kami). Dan, kelak kalian akan mengetahui.”
- (QS Hud [11]: 38-39).

--- Imam Al-Ghazali dalam Al-Mahabbah.